NB: (Artigo ne ost iha forum Propaganda PD nian "forum haksesuk").
Oleh: Armindo “Mauk-Sun” Guterres
Beberapa bulan lagi Timor-Leste akan menyelenggarakan pemilihan Presiden Republik. Para kandidat sudah mulai bermunculan. Beberapa diantaranya, secara resmi, sudah mengumumkan pencalonannya. Ada yang dicalonkan oleh partai politik dan ada yang mencalonkan diri secara independen. Ada pula yang belum mengumumkan pencalonannya secara resmi, masih menunggu saat yang tepat atau masih mencari dukungan.
Dalam artikel ini, penulis tidak akan membahas satu persatu para kandidat yang telah mencalonkan diri secara resmi, tetapi hanya membahas para kandidat yang diperkirakan berpotensi untuk terpilih menjadi presiden republik untuk periode 5 tahun mendatang dan kandidat-kandidat yang diperkirakan mendapat dukungan dari Xanana Gusmão. Ada tiga nama yang disebut-sebut sebagai kuda tempurnya Xanana Gusmão yakni mantan Panglima F-FDTL, Taur Matan Ruak, Ketua Parlamen Nasional, Fernando La Sama de Araujo dan Wakil Perdana Menteri, Jose Luis Guterres (Lugu). Lugu belum mengumumkan pencalonannya secara resmi karena masih menghitung-hitung kekuatannya atau masih menunggu lawan-lawannya seperti Lu Olo dan Ramos Horta maju baru beliau pun akan maju. Bila Ramos Horta dan Lu Olo tidak maju maka, kemungkinan, Lugu pun tidak akan maju.
Lu Olo dan Ramos Horta belum mengumumkan secara resmi pencalonannya. Lu Olo sudah mendapat dukungan penuh dari partai FRETILIN, tetapi beliau belum berani melangkah ke depan, masih miminta waktu untuk merenungkan.
Mengapa Lu Olo meminta waktu untuk merenungkan sementara partai sudah memberikan dukungan total kepadanya? Ada lima kemungkinan yang membuat Lu Olo masih pikir-pikir, pertama, tidak mau kalah untuk kedua kalinya, kedua Lu Olo dan Mari Alkatiri ingin membujuk Taur Matan Ruak untuk mencalonkan diri atas nama FRETILIN, ketiga jika Taur menolak mencalonkan diri atas nama FRETILIN maka partai ini bisa saja akan mendukung Rogerio Lobato atau kandidat lain, asalkan bersedia membawa bendera FRETILIN, keempat, jika tidak menemukan calon yang kuat dan tepat maka FRETILIN tidak akan mendukung salah satu kandidat pun dan akan memberikan kebebasan kepada militannya untuk bebas memilih para kandidat sesuai dengan hati nuraninya. Kemungkinan yang terakhir ini mempunyai dua target, pertama membuka jalan bagi Taur Matan Ruak untuk memenangkan pemilihan presiden pada putaran pertama, sebab pada pemilihan putaran kedua akan lebih berat bagi Taur dan kedua, menciptakan kondisi bagi pembentukkan sebuah pemerintahan koalisi FRETILIN dengan CNRT atau dengan PD atau ketiganya bersama membentuk sebuah pemerintahan bersama.
Sementara Ramos Horta belum mengumumkan pencalonannya. Tampaknya masih menunggu FRETILIN dan CNRT, apakah kedua partai itu maju dengan kandidatnya atau tidak. Jika FRETILIN dan CNRT tidak punya kandidat resmi atau salah satu dari kedua partai tidak punya kandidat, dan memberi kebebasan kepada para anggotanya untuk bebas mimilih maka kemungkinan besar Ramos Horta akan tampil sebab hanya dengan kondisi ini memungkinan bagi Ramos Horta untuk meraih suara. Tetapi bila tidak ada dukungan dari Gereja atau dari Xanana atau dari Fretilin, kemungkinan Horta pun tidak akan mencalonkan diri sebab beliau tidak mau kalah dengan kandidat-kandidat lain yang bukan “sekelasnya”.
Sebenarnya PM Xanana Gusmão masih menginginkan Ramos Horta sebagai Presiden RDTL, tetapi tindak-tanduk Ramos Horta selama 4 tahun terakhir ini telah membuat pusing Xanana Gusmão karena kesalapahaman antara keduanya dalam hal-hal tertenu. Bila Ramos Horta terpilih lagi maka Xanana akan menjadi bulan-bulan sebab pada mandat terakhirnya Ramos Horta merasa lebih bebas dan tidak akan “kehilangan apa-apa”. Disinilah Ramos Horta bisa melakukan pembalasan politik terhadap Xanana. Akan terus menerus mengkritik atau menekan Xanana dan pemerintahnya untuk mengikuti kemauannya atau memveto segala politik pemerintah.
Bagaimana pun kita tetap memperhitungkan kekuatan Ramos Horta, bila beliau memutuskan untuk mencalonkan diri kembali. Bukan saja karena faktor incumbent atau masih memegang jabatan sebagai president RDTL, tetapi juga karena beliau dikenal luas oleh rakyat Timor-Leste dan merupakan salah satu tokoh dunia. Bila Ramos Horta benar-benar tampil maka beliau akan bersaing ketat dengan La Sama dan Taur Matan Ruak. Yang akan keluar sebagai pemenang adalah kandidat yang mempunyai ikatan emosional lebih kuat dengan para pemilih atau yang mampu menawarkan program-program yang benar-benar menjawab kepentingan rakyat. Tetapi jangan lupa, di Timor-Leste, para pemilih kebanyakan tidak peduli dengan program, mereka lebih memilih figur yang mereka kenal, entah itu karena pejuang atau karena berasal dari kelompok etnis mereka. Ramos Horta, La Sama dan Taur Matan Ruak, ketiga-tiganya sama-sama figur dari Resistência. Horta mewakili generasi tua dari front diplomatik, Taur mewakili front bersejata dan La Sama mewakili generasi muda dari front klandestin.
Jika Ramos Horta mencalonkan diri kembali untuk presiden RDTL, kali ini, beliau benar-benar akan mendapat banyak tantangan. Bukan saja kandidat lain seperti La Sama dan Taur Matan Ruak juga adalah calon-calon kuat tetapi juga partai-partai politik yang pernah mendukung Ramos Horta pada pemilihan presiden tahun 2007, semuanya, telah meninggalkan beliau, termasuk Xanana sendiri.
Hubungan Xanana dengan Ramos Horta, sekarang, bagaikan kucing dan tikus. Xanana mencari kandidat yang tepat untuk melumat Ramos Horta dan Ramos Horta mencari celah-celah untuk menyelamatkan diri agar tetap survive secara politik. Bukan saja Ramos Horta yang akan diburu oleh Xanana tetapi juga Lu Olo bila presiden FRETILIN ini mencalonkan diri. Lu Olo sadar akan hal ini, oleh karena itu, walau didorong oleh partainya, tetapi beliau tidak berani untuk maju.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah siapa yang menjadi kucing pemburu utama Xanana untuk melumat Ramos Horta? Ada tiga nama yang disebut-sebut sebagai orang kepercayaan Xanana. Ketiganya adalah Taur Matan Ruak, La Sama dan Jose Luis Guterres (Lugu). Ketiganya sama-sama bagus dan berpotensi sehingga membuat Xanana juga jadi pusing dan binggung untuk menjatuhkan pilihannya. Ketiganya membuat Xanana bagaikan ada dipersimpangan jalan, tidak tahu mana yang harus dipilihnya. Mimilih satu akan mengecewakan yang lain. Kekecewan bisa berpengaruh kepada langkah-langkah politik kedepan dan bisa juga membawa dampak yang negatif bagi Xanana.
Yang harus diperhitungkan oleh Xanana adalah bukan pemilihan presiden saja yang harus dimenangkan tetapi juga bagaimana harus kembali memerintah dan menjabat sebagai Perdana Menteri. Dengan perhitungan ini, menurut penulis, La Sama dan Jose Luis Guterres yang seharusnya menjadi taruhannya karena mereka mewakili partai politik, sementara Taur Matan Ruak tidak punya partai walaupun punya pendukung. Tetapi bila Xanana mengambil satu sikap yang benar-benar netral, artinya tidak mendukung Taur secara terbuka atau diam-diam, peluang bagi Taur untuk menang pun tipis sekali.
Pemilihan presiden dan parlamen juga ada kaitan satu dengan yang lain. Dalam pemilihan presiden akan kita melihat siapa mendukung siapa akan ikut menentukan juga sebuah pemerintahan koalisi di massa depan. Banyak pihak yakin bahwa dalam pemilihan parlamen tahun depan tak akan ada satu partaipun akan menang dengan maioritas mutlak kecuali ada manipulasi dan lain-lain, sebab belum ada sesuatu yang luar bisa baik dari AMP maupun dari oposisi yang dapat meyakinkan rakyat sehingga mereka bisa meraih suara yang besar.
Ada indikasi CNRT lebih condong ke Taur Matan Ruak, tetapi mereka juga harus berhati-hati karena mereka juga masih ingin memerintah. Perhitungan rasional bila ingin mengamankan pembentukan sebuah pemeritahan koalisi maka dukungan Xanana dan CNRT kepada La Sama adalah lebih rasional, sebab kekuatan PD adalah nyata, mereka mempunyai 8 wakil de Parlamen Nasional dan pada Kongres Nasional ke II, PD mampu menggerakan 7.000 orang lebih ke GMT. Diperkirakan suara PD akan bertambah dan akan sangat menentukan pembentukkan sebuah pemerintah koalisi. Sementara kekuatan FRENTI-Mudansa belum di ketahui apalagi beberapa anggota Parlamen dari FRETI-Mudansa sudah menyeberang ke CNRT. Sementara Taur Matan Ruak tidak menjamim apa-apa karena beliau tidak punya partai. Dalam politik bila kita mendukung sesuatu harus ada imbalan, dalam hal ini mendukung Taur Matan Ruak tidak ada imbalan sama sekali. Tidak ada imbalan karena, umpamanya, bila dalam pemilihan parlamen tahun depan, CNRT meraih 23 kursi di Parlamen, partai ini tidak dapat membentuk sebuah pemerintahan sendiri, ia harus membutuhkan partai lain supaya bisa mendapat maioritas di parlamen baru dapat membentuk sebuah pemerintahan. Taur tidak dapat menyumbang apa-apa karena tidak akan punya kursi di parlamen karena tidak punya partai. Tetapi PD bisa memfasilitasi CNRT untuk membentuk pemerintah karena ada kursi di parlamen.
Jadi Xanana harus pandai-pandai bermain, bila salah maka bola yang sudah ada ditangan bisa lepas. Artinya bila Xanana dan CNRT memberikan dukungannya kepada Taur Matan Ruak maka itu dapat dibaca sebagai ketidaksaling kepercayaan sehingga akan mempersulit pembentukkan sebuah pemerintahan koalisi di massa depan. Kecuali Xanana dan CNRT sudah siap untuk membentuk sebuah pemerintahan koalisi bersama FRETILIN. Yang menjadi masalah adalah Xanana dan Mari Alkatiri tidak mau saling mengalah dan sama-sama ingin menjadi Perdana Menteri. Sementara PD telah membuka pintu untuk berkoalisi dengan siapa saja yang mereka bisa percaya. La Sama sangat jelas dalam pidatonya setelah terpilih kembali sebagai presiden PD pada Kongres PD ke-II yang baru berlalu:
“... Partido Demokratika tenki aposta maka’as iha dialogo no loke ninian kanal komunikasaun ba partidu politiku hotu-hotu. Iha politika la iha buat ida “ha’u la sei fila mai hemu be ida ne’e”, buat ne’ebé iha maka ita fihir dalan hothotu no hili dalan ne’ebé di’ak liu hodi ita tuir hodi serbi Nasaun ho Povo. Nakloke an no halo dialogo ho ema hotu no partido politiku hothotu halo parte prinsipius demokrasia nian ne’ebé ita defende.
Ini merupakan pesan politik kepada CNRT dan FRETILIN, PD terbuka untuk membentuk pemerintahan koalisi dengan siapa saja, masalah 2007 adalah bagian dari massa lalu, sekarang harus melihat kedepan dengan pikiran dan harapan baru.
Jalan terbaik bagi CNRT dan FRETILIN adalah, bila tidak punya kader atau militan partainya yang mencalonkan diri jadi presiden, adalah lebih baik tidak mendukung kandidat indepen di luar partainya. Artinya memberikan kebebasan kepada anggota partainya untuk bebas memilih sesuai dengan hati nuraninya, dengan demikian tetap membiarkan pintu terbuka bagi pembentukan sebuah pemerintahan koalisi.
Lugu belum mencalonkan diri secara resmi. Seandainya kalau mau maju juga, peluang bagi Lugu untuk terpilih menjadi presiden RDTL bukan tidak mungkin tetapi sangat tipis, sebab FRENTI-Mudansa belum kuat. Menurut sumber-sumber dari CNRT bahwa Xanana lebih condong kepada Taur Matan Ruak da La Sama. Kedua kandidat ini sama-sama mempunyai potensi untuk terpilih menjadi presiden. Keduanyapun adalah sama-sama teman seperjuangan Xanana Gusmão. Taur adalah teman seperjuangan bersenjata Xanana di hutan sementara La Sama adalah teman seperjuangan politik Xanana di penjara di Cipinang, sangat disiplin dan taat kepada Xanana dalam massa-massa perjuangan pembebasan Timor-Leste seperti dilukiskan sendiri oleh almarhum Komandan Konis Santana dalam suratnya tertanggal 1995, kepada Komandante Xanana Gusmão: .... o La Sama é um compamheiro muito disciplinado tal como o é o JFC [João Freitas da Camara yang juga adalah anggota PD] e eles sempre Lhe foram obidientes”.
Sejak Taur meninggalkan F-FDTL dan mempersiapkan diri untuk mencalonkan diri jadi presiden, banyak pihak menerimanya dengan antusiasme. Tetapi setelah beliau secara resmi mengumumkan pencalonannya dan pernyataan-pernyataan yang dikeluarkannya sangat mengecewakan banyak pihak sehingga telah membuat banyak orang mulai ragu kepadanya. Apalagi beliau mengatakan partainya adalah “veteran” maka orang-orang non veteran mulai ragu kepadanya sebab beliau hanya ingin mengutamakan para veteran tetapi orang yang non veteran yang merupakan juga warga negara Timor-Leste akan menjadi warga negara kelas dua. Ada yang berkomentar bahwa kalau Taur sekedar hanya ingin memperbaiki kehidupan para veteran maka akan lebih tepat menjadi Menteri atau Sekretaris Negara Urusan Veteran, sebab tugas dari seorang presiden republik bukan mengurus kepentingan satu kelompok saja, tetapi harus memberikan perhatian yang sama kepada semua warga-negaranya.
Para veteran yang kritispun tidak setuju dengan usaha-usaha untuk mengeksploitasi para veteran demi ambisi pribadi sebab mereka tidak ingin nama para veteran menjadi rusak dan kehilangan kepercayaan dan wibawa di mata rakyat. La Sama mungkin benar ketika beliau mengatakan bahwa veteran adalah asset negara dan menjadi milik semua rakyat Timor-Leste. Pernyataan La Sama ini sebenarnya menempatkan para veteran di satu tempat khusus agar mereka akan terus dihargai dan dihormati sepanjang massa. Sebab bila seseorang memperalat para veteran demi kepentingan ambisi pribadinya akan merusak sendiri nama para veteran sebagai satu institusi. Disinilah perbedaan La Sama dan Taur. Alasan La Sama ini mungkin berdasarkan pada pengalaman Xanana Gusmão sendiri. Sebelumnya Xanana sangat dihargai, dihormati dan disegani oleh semua pihak, tetapi pada saat beliau mendirikan CNRT dan menjadi presiden CNRT maka orang mulai memaki-makinya dan tidak mau mendengarnya lagi karena beliau sudah mengidentifikasi dirinya dengan satu kelompok atau satu partai. Sama seperti juga para veteran, sekarang dipakai oleh kandidat tertentu, maka mereka akan kehilangan kepercayaan dan hormat. Sebagai pribadi sah-sah saja mendukung siapa saja, tetapi mengatasnamakan veteran untuk mendukung satu kandidat akan merusak kredibilitas para veteran sendiri. Seharusnya kredibilitas para veteran harus dijaga agar tetap di hormati dan setiap intervensinya seharusnya berorientasi kepada mempersatukan semua rakyat Timor-Leste, bukan mengkotak-kotakkan.
Harus diakui bahwa Xanana benar-benar binggung, oleh karena itu, beliau tidak tergesa-gesa mengambil keputusan untuk mendukung Taur, La Sama atau Lugu tetapi, menyerahkan keputusan kepada Konferensi Nasional CNRT yang akan diadakan pada bulan Januari tahun depan. Semula Taur adalah pilihan utama Xanana, walaupun tidak secara terbuka Xanana mendukung pencalonannya. Hal ini dapat dilihat dari para pengurus CNRT giat melakukan lobby-lobby untuk Taur, tetapi akhir-akhir ini Xanana juga tampaknya mulai khawatir karena Taur bukan saja mudah terprovokasi tetapi kurang peka terhadap masalah persatuan dan mempunyai pandangan dan pikiran yang bisa dikatakan diskriminatif dan bertentagan dengan usaha-usaha Xanana yang selalu mengutamakan persatuan nasional dan rekonsiliasi.
Kehadiran Xanana Gusmão di hari terakhir Kongres Nasional PD yang ke-II, walaupun belum benar-benar pulih dari sakitnya dan mendapat sambutan luar biasa dari para peserta Kongres tentu mempunyai suatu makna. Semua ini tidak ada kebetulan, pasti ada pesan politik. Yang pertama mungkin Xanana tidak mau mengambil jarak dengan PD artinya tetap membutuhkan PD dan tetap ingin CNRT dan PD berkoalisi di massa depan. Dan yang terakhir dapat juga dibaca sebagai dukungan Xanana tidak langsung kepada La Sama untuk menjadi presiden RDTL sebab La Sama selalu tampil tenang, tidak mudah terprovokasi dan pikiran-pikrannya tidak berbeda jauh dengan Xanana yang ingin mempersatukan semua rakyat Timor-Leste tampa membeda-bedakan orang karena latar-belakang politik di massa lalu atau membedakan veteran dan non veteran walau beliau sendiri adalah seorang pejuang atau veteran.
Taur Matan Ruak mempunyai kelebihan-kelebihannya karena beliau adalah salah seorang mantan komandan FALINTIL. Tetapi karena terlalu lama berkecimpung dalam dunia militer, beliau tampaknya belum terbiasa dengan kritik-kritik, belum terbiasa dengan kehidupan orang sipil. Hal ini dapat dilihat dari reaksinya terhadap kekhawatiran Manuel Tilman yang berkaitan dengan pencalonan sebagai presiden RDTL:
“Ohin loron, ha’u la haree rai ida iha Ázia ne’e ezisti jeneral sira mak ukun, só iha de’it Birmánia nó Indonézia mak prezidente sira mesak ema jenerál de’it. Timor-Leste sei la halo tuir ezemplu ne’ebé mak jenerál ká eis-jenerál mak ukun nasaun ne’e…”
Taur bukannya menjawab kekhawatiran Manuel Tilman tetapi secara emosional dan dengan nada mengancam menjawab pernyataan Manuel Tilman:
“Senhor Deputadu Tilman, hanesan deputadu Itenerante. Uluk nia deputadu Portugal nian, agora nia deputadu Timor, aban bainrua keta nia ba tan Macau ka Hongkong kariik. Nia familia iha liur, nia la konhece Timor, la konhece povu Timor, nia mos la konhece ha’u. Tan ida ne’e, nia ko’alia hanesan nee. Hau husu, para kuandu nia ko’alia, mai ko’alia ho hau. Du que nia ba koalia ho media.”
Seharusnya beliau langsung menjawab kekhawatiran Manuel Tilman untuk menyenangkan semua orang yang mempunyai pikiran yang sama seperti anggota Parlamen Nasional tersebut. Menunjukkan bahwa beliau adalah seorang demokrat sejati yang bisa memberi kenyamanan kepada semua warga negara Timor-Leste, tidak akan bertindak seperti para jendral di Birmania atau di Indonesia. Tetapi apa boleh dikata, Taur telah menjawab Manuel Tilman sesuai dengan emosi dan hati nuraninya dan membuat orang bertambah khawatir karena jawabannya mengandung nada ancaman. Hal ini sangat buruk bagi seorang calon presiden sebab orang akan berpikir, baru calon presiden saja sudah mulai mengancam apalagi sudah jadi presiden maka tidak akan ragu-ragu menggunakan kekuasaanya untuk menutup mulut para pengritiknya atau bertindak sewenang-wenang. Hal-hal semacam ini harus diperbaiki jika tidak maka akan dieksploitasi oleh kandidat-kandiat lain dan tidak akan membawa keuntungan bagi Taur.
Kekurangan lain dari Taur Matan Ruak adalah setelah mengumumkan secara resmi pencalonannya sebagai presiden RDTL, matan Panglima F-FDTL ini membuat suat pernyataan yang berbau diskriminatif bahwa: "Ita la’os beik, halo to’os hotu tiha, ita ba tuur hateke no lekirauk mak han”, artinya kita yang berjuang tetapi orang lain yang menikmatinya. Tetapi beliau lupa bahwa, Ramos Horta, La Sama, Xanana Gusmão, Lu Olo dan Mari Alkatiri pun adalah pejuang seperti dirinya. Mereka ini, ada yang sudah jadi mantan dan ada yang masih menjabat sebagai Presiden Republik, Presiden Parlamen dan Perdana Menteri. Mereka bukanlah orang-orang yang hanya tahu menikmati hasil perjuangan dari para veteran kemerdekaan, tetapi mereka juga adalah veteran dan pejuang sejati pembebasan Timor-Leste. Mereka juga menderita di hutan dan di penjara karena berjuang bagi kebebasan dan kemerdekaan Timor-Leste.
Bila pernyataan di atas ditujukkan kepada orang-orang yang selama massa perjuagan hidup di luar negeri pun tidak dapat dibenarkan. Di luar negeri, banyak aktivis kemerdekaan juga sering tidur di lantai, di terminal bis atau di lantai aeroport menahan rasa dingin yang menyusuk tulang kepala. Kadang makan sekali sehari. Semua ini hanya untuk satu tujuan, kemerdekaan bagi Timor-Leste.
Kita semua tahu bahwa perjuangan pembebasan Timor-Leste dibagi dalam tiga front, bersenjata, klandestin dan diplomatik. Mereka yang berjuang di front diplomatik ini yang melakukan lobby-lobby untuk mendapat dukungan dari negara lain atau menyuarakan suara rakyat Timor-Leste di forum-forum internasional. Tanpa mereka tak ada orang yang mendengar jeritan orang Timor-Leste atau mengetahui apa yang sedang terjadi di Timor-Leste atau apa yang diinginkan oleh rakyat Timor-Leste. Ramos Horta, Mari Alkatiri, Jose Luis Guterres, Roque Rodrigues dan lain-lain, mereka-mereka ini adalah pejuang, kita tidak boleh menginkari jasa mereka hanya karena sebuah ambisi politik.
Menyerang orang-orang mantan pro-otonomi pun tidak dapat dibenarkan, karena bagaimana pun mereka mimilih jadi warga-negara Timor-Leste dan hidup di tanah kelahirannya. Tugas dari seorang presiden adalah merangkul semua warga negara Timor-Leste buka mengkotak-kotakkan para warga-negara atau menciptakan diskriminasi antara veteran ba bukan veteran, pro-kemerdekaan dan pro-otonomi.
Adalah sebuah aib bila seorang presiden hanya memperhatikan para veteran sementara para non veteran diabaikan atau disingkirkan. Negara ini mau dibawa kemana kalau seorang pemimpin berpikir dan bertindak diskriminatif? Biarlah krisis 2006 yang merupakan hasil dari penkotak-kotakkan rakyat Timor-Leste dalam lorosa’e dan loromonu, pejuang dan bukan pejuang berlalu, jangan melakukan kesalahan yang sama untuk menciptakan krisis dan instabilitas. Sekarang adalah saatnya untuk merangkul atau mempersatukan semua orang Timor-Leste, bukan mengkotak-kotakkan orang Timor-Leste dari luar atau dari dalam, pro otonomi atau pro kemerdekaan. Para calon presiden seharusnya tidak berpikir diskriminatif.
Semula Taur sebagai harapan bagi sebagian besar rakyat Timor-Leste, karena beliau adalah seorang pejuang yang tidak dapat diragukan kemampuannya oleh siapapun. Sebagai seorang pejuang beliau sudah pasti mengerti apa arti dari sebuah kebebasan, kemerdekaan dan demokrasi. Dan beliau tahu bagaimana mempersatukan rakyat seperti di massa-massa perjuangan. Namun harapan-harapan ini mulai pudar karena pernyataan-pernyataannya tidak merefleksikan usaha untuk memperkokoh persatuan, menegakkan keadilan dan persamaan. Beliau seharusnya mengoreksi pernyataan-pernyataannya yang diskriminatif. Dan mengubah cara pendekatan, tunjukkan bahwa beliau benar-benar independen dan tidak mengkotak-kotakan rakyat. Kalau tidak akan sulit bagi beliau untuk bersaing dengan para kandidat lain yang lebih matang dalam politik dan mempunyai pandangan-pandangan politik yang lebih akomodatif, permersatu dan memberi kenyamanan kepada semua warga-negara Timor-Leste.
La Sama, walaupun jauh lebih muda dari Taur Matan Ruak, tetapi tampil lebih tenang, bisa mengendalikan emosinya, dan tidak mengkotak-kotakkan orang. Dalam pernyataannya selalu menyerukan persatuan antara rakyat Timor-Leste, menyebarkan pesona-pesona damai, demokrasi, kebebasan, toleransi, cinta-kasih dan pembangunan. Sebab beliau sadar bahwa pembangunan dan kemakmuran hanya dapat terwujud bila ada persatuan nasional. Persatuan rakyat saja pun belum cukup tetapi harus didukung dengan sebuah sistim demokrasi dimana menjunjung tinggi rasa saling menghormati dalam perbedaan-perbedaan. La Sama juga memegang teguh pada hukum sehingga selalu menyerukan kepada semua warga negara untuk menghormati hukum yang berlaku dan menempatakan rakyat, bangsa da negara di atas harga diri seorang pemimpin pun. Dalam pidatonya pada HUT PD ke-X, beliau menekankan:
Nu’udar estadu de direitu demokratiku ita tenki atua tuir lei ho firmeza. La iha fatin ho toleransia ba sira ne’ebé mak viola lei no sira ne’ebé mak uza violensia hanesan instrumentu hodi atinji sira-nia objektivu. Tamba ida ne’e mak iha tinan 2008 wainhira ha’u asume kargu nu’udar Prezidente da Republika interinu, atu defende dignidade no interesse nasional Estadu no povo ida ne’e nian, ho firmeza, ha’u hamutuk ho orgaun soberania sira seluk, hola desizaun ida ne’ebé ema barak kontra no hakanek sidadaun balun nia fuan, maibe ami tenki hola duni, mak harii Operasaun Konjunta, PNTL – F-FDTL, hodi normaliza no estabiliza hikas situasaun seguransa iha rai laran. Ida ne’e hatudu katak orgaun soberania sira Timor-Leste nian la’os halo esforsu de’it, maibe atua ho firme, solidu no koezu hodi buka solusaun ba problema todan ne’ebé nasaun hasoru.
Ita tenki konsiente katak dignidade no interese Estadu no povu nian aas liu kualker forsa politika ka lider politiku ida nian dignidade no interese. Tamba ne’e halo esforsu hotuhotu tenki orientadu ba dignifikasaun Estado no povu!
Dalam Kongres ke II PD pun beliau selalu mengulang-ulang nilai-nilai demokrasi yang dianutnya, persatuan, perdamaian, stabilitas, dialog, toleransi, saling menghormati, saling menyayangi dan lain-lain. Ini bukan pertama kali, hampir dalam setiap pidatonya, dimana saja, dalam konsolidasi partai PD beliau selalu membela nilai-nilai demokrasi itu. Pernyataan-pernyataanya betul-betul menunjukkan bahwa beliau adalah seorang negarawan dan mempunyai suatu sosok yang tepat untuk menjadi presiden. Dengan jelas La Sama menunjukkan dirinya sebagai seorang pemersatu ketika beliau mengatakan dalam pidatonya di hari terakhir Kongres PD ke II, 4 Desember 2011, bahwa:
“... iha tinan mai se povo Timor-Leste fo fiar mai hau sai Prezidente Republika, maka hau la sei sai presidente ba membru sira PD de’it, maibe sai presidenti ba Timor oan tomak nian, Presidente ba ema Maubere tomak, hosi lorosa’e to’o loromonu, hosi tasi feto to’o tasi mane, hosi Jaku to’o Oekuse, hodi hametin Unidade, estabilidade no dame, presidente ba veteranos no la veteranos sira, tamba sei deit mak moris iha Timor-Leste nudar sidadaun rai ida ne’e nian, hothotu iha direitu politiku, ekonomiku ho sosial hanesan.”
Pernyataan La Sama diatas benar-benar menunjukkan bahwa La Sama tahu persis tugas dari seorang presiden adalah merangkul semua orang, tidak mengkotak-kotakkan rakyat. Hanya dengan persatuan yang dapat memungkinan jalannya bagi pembangunan. Dan semua orang akan menikmati kemerdekaan dan pembangunan bila tidak ada diskriminasi. Sosok seperti La Sama ini yang dibutuhkan rakyat Timor-Leste, tegas tetapi tidak diskriminatif, lembut tapi tidak toleran kepada tindakan-tindakan yang menentang hukum.
Pemimpin yang tidak membeda-bedakan orang karena latar belakang politik di massa lalu atau membeda-bedakan orang Timor-Leste dari dalam dan dari luar negeri, tidak membeda-bedakan orang berdasarkan ras, etnik, agama, politik dan kelas sosial yang kita butuhkan. Kita membutuhkan seorang pemimpin demokrat yang bisa merangkual semua orang Timor-Leste. La Sama termasuk salah satu orang dari anak bangsa Timor-Leste yang memenuhi syarat untuk menjadi presiden RDTL. Sekarang kembali kepada rakyat untuk memutuskan, memelih anak bangsa terbaik yang akan menjadi presiden mereka, anak bangsa yang tidak membeda-bedakan mereka tetapi merangkul dan memberikan perhatian yang sama kepada semua warga negaranya.
* ALUMNI UNTIM